Rabu, 01 Desember 2010

MALARIA

Patofisiologi

Patofisiologi pada malaria belum diketahui dengan pasti. Berbagai macam teori dan hipotesis telah dikemukakan. Perubahan patofisiologi pada malaria terutama berhubungan dengan gangguan aliran darah setempat sebagai akibat melekatnya eritrosit yang mengandung parasit pada endotelium kapiler. Perubahan ini cepat reversibel pada mereka yang dapat tetap hidup (survive). Peran beberapa mediator humoral masih belum pasti, tetapi mungkin terlibat dalam patogenesis terjadinya demam dan peradangan. Skizogoni eksoeritrositik mungkin dapat menyebabkan reaski leukosit dan fagosit, sedangkan sporozoit dan gametosit tidak menimbulkan perubahan patofisiologik.

Patofisiologi malaria adalah multifaktorial dan mungkin berhubungan dengan hal-hal sebagai berikut :

a. Penghancuran eritrosit. Penghancuran eritrosit ini tidak saja dengan pecahnya eritrosit yang mengandung parasit, tetapi juga oleh fagositosis eritrosit yang mengandung parasit dan yang tidak mengandung parasit, sehingga menyebabkan anemia dan anoksia jaringan. Dengan hemolisis intra vaskular yang berat, dapat terjadi hemoglobinuria (blackwater fever) dan dapat mengakibatkan gagal ginjal.

b. Mediator endotoksin-makrofag. Pada saat skizogoni, eirtosit yang mengandung parasit memicu makrofag yang sensitif endotoksin untuk melepaskan berbagai mediator yang berperan dalam perubahan patofisiologi malaria. Endotoksin tidak terdapat pada parasit malaria, mungkin berasal dari rongga saluran cerna. Parasit malaria itu sendiri dapat melepaskan faktor neksoris tumor (TNF). TNF adalah suatu monokin , ditemukan dalam darah hewan dan manusia yang terjangkit parasit malaria. TNF dan sitokin lain yang berhubungan, menimbulkan demam, hipoglimeia dan sindrom penyakit pernafasan pada orang dewasa (ARDS = adult respiratory distress syndrome) dengan sekuestrasi sel neutrofil dalam pembuluh darah paru. TNF dapat juga menghancurkan plasmodium falciparum in vitro dan dapat meningkatkan perlekatan eritrosit yang dihinggapi parasit pada endotelium kapiler. Konsentrasi TNF dalam serum pada anak dengan malaria falciparum akut berhubungan langsung dengan mortalitas, hipoglikemia, hiperparasitemia dan beratnya penyakit.

c. Sekuestrasi eritrosit yang terinfeksi. Eritrosit yang terinfeksi plasmodium falciparum stadium lanjut dapat membentuk tonjolan-tonjolan (knobs) pada permukaannya. Tonjolan tersebut mengandung antigen malaria dan bereaksi dengan antibodi malaria dan berhubungan dengan afinitas eritrosit yang mengandung plasmodium falciparum terhadap endotelium kapiler darah dalam alat dalam, sehingga skizogoni berlangsung di sirkulasi alat dalam, bukan di sirkulasi perifer. Eritrosit yang terinfeksi, menempel pada endotelium kapiler darah dan membentuk gumpalan (sludge) yang membendung kapiler dalam alam-alat dalam.

Protein dan cairan merembes melalui membran kapiler yang bocor (menjadi permeabel) dan menimbulkan anoksia dan edema jaringan. Anoksia jaringan yang cukup meluas dapat menyebabkan kematian. Protein kaya histidin P. falciparum ditemukan pada tonjolan-tonjolan tersebut, sekurang-kurangnya ada empat macam protein untuk sitoaherens eritrosit yang terinfeksi plasmodium P. falciparum.

Siklus hidup semua parasit malaria pd manusia adalah sama à mengalami stadium-stadium yg berpindah dari vektor nyamuk ke manusia dan kembali ke nyamuk lagi. Terdiri dari siklus seksual (sporogoni) yg berlangsung pd tubuh nyamuk dan siklus aseksual (Schizogoni) yg berlangsung pd tubuh manusia yakni Siklus aseksual terdiri dari 2 fase: Fase eritrosit (eritrositic schizogoni) dan Fase yg berlangsung didalam parenkim hati (exo-eritrositic schizogoni).
Asexual development  (Schizogony) 30 mins
1.      Exoerythrocytic cycle (5-16 days)
2.     Erythrocytic cycle(48-72 hr.) Schizogony (merozoites) dan gametocytogenesis  (gametocyte)
STADIUM HATI (EXO-ERITROSITIC SCHIZOGONI)
Dimulai ketika nyamuk menggigit manusia dan memasukkan sporozoit
½-1 jam sporozoit tiba di hati
Proses masuknya sporozoit kedalam sel hati dilakukan melalui perlekatan sirkum-sporozoit protein dari sporozoit dgn reseptor heparin sulfat proteoglikan dan suatu glikoprotein yg disebut low density lipoprotein receptor-like protein (LRP) di hepar. Disini selama 5-16 hr (tergantung spesies) sporozoit mengalami reproduksi aseksual disebut sebagai proses skizogoni / proses pemisahan yg akan menghasilkan + 10.000-30.000 parasit anak (merozoit). Merozoit kemudian akan dikeluarkan dari hati dan selanjutnya menginfeksi eritrosit, Setelah masuk kedalam eritrosit, parasit berada dalam membran vakuola parasitophorous dan tampak berbentuk cincin Parasit terus bertambah besar dan bergerak secara amuboid,  Setelah 12-24 jam gerakan melambat, vakuola menghilang dan tampak pigmen hematin yg merupakan sisa penguraian Hb dari eritrosit pd sitoplasma , Parasit kemudian berbentuk sel tunggal yg dinamakan tropozoit, Berikutnya terjadi pembelahan nukleus beberapa kali dan terus berlangsung sampai parasit menjadi matur , Selanjutnya terjadi proses skizogoni dengan pembentukan beberapa merozoit, Keseluruhan siklus aseksual eritrosit ini disebut periodotas skizogoni yg lamanya berbeda-beda utk masing-masing spesies (Lihat tabel).






Karakteristik klinis dari  infeksi plasmodium
Parameter infeksi
Plasmodium vivax
P. ovale
P. malariae
P. falciparum
Periode inkubasi
8-17 hari
10-17 hari
18-40 hari
8-11 hari
Gejala prodromal                                  
Derajat
Ringan-sedang
Ringan
Ringan-sedang
Ringan
Pola awal demam
Ireguler (48 jam)
Reguler (48 jam)
Reguler (72 jam)
Continous remittent (48 jam)
Periodisitas gejala
48 jam
48 jam
72 jam
36-48 jam
Paroksismal awal
Derajat
Sedang-berat
Ringan
Sedang berat
Berat
Durasi rata-rata
10 jam
10 jam
11 jam
16-36 jam
Limitasi parasitemia
Eritrosit muda
Eritrosit muda
Eritrosit tua
Semua jenis eritrosit
Anemia
Ringan-sedang
Ringan
Ringan-sedang
Berat
Keterlibatan SSP
Jarang
Mungkin
Jarang
Sering
Sindroma nefrotik
Mungkin
Jarang
Sering
Jarang

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan buat komentar kamu....